13212867 / 3EA24
BAHAYA GHIBAH DAN 'NGERUMPI'
Menggosip adalah tindakan yang paling dibenci Allah. Tapi celakanya,
kebiasaan ini justru disukai banyak orang, baik di kantor, ditempat
kerja atau bahkan di rumah. Terurama kalangan ibu-ibu
Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya pesawat televisi
ke rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan akhlak. Salah
satu yang jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing atau
menggosip.
Menggosip adalah tindakan yang kurang terpuji yang celakanya,
kebiasaan ini seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu, orang
akan tersinggung jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan
sedang menggosip biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk
tentang menggosip mungkin sudah mengalami pergeseran.
Beberapa acara informasi kehidupan para artis atau selebritis yang
dikemas dalam bentuk paket hiburan atau infotainment dengan jelas-jelas
menyebut kata gosip sebagi bagian dari nama acaranya. Bahkan pada salah
satu dari acara tersebut pembawa acaranya menyebut dirinya atau menyapa
pemirsannya dengan istilah “biang gosip”. Mereka dengan bangganya
mengaku sebagai tukang gosip.
Saat ini hampir di setiap stasiun televisi memiliki paket acara
seperti di atas. Bahkan satu stasiun ada yang memiliki lebih dari satu
paket acara infotainment tersebut, dengan jadwal tayangan ada yang
mendapat porsi tiga kali seminggu. Hampir semua isi acara sejenis itu,
isinya adalah menyingkap kehidupan pribadi para selebritis. Walhasil,
pemirsa akan mengenal betul seluk beluk kehidupan para artis, seolah
diajak masuk ke dalam rumah bahkan kamar tidur para artis..
Sepintas acara ini terkesan menghibur. Seorang ibu yang kelelahan
setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya mungkin akan terasa
terhibur dengan sajian-sajian sisi-sisi kehidupan pribadi orang-orang
terkenal. Apalagi kemasan acara yang semakin bervariasi ada yang
diselingi nyanyi, wawancara langsung dengan artis, daftar hari ulang
tahun para selebritis, dll. Namun jika kita cermati lebih jauh, isinya
kurang lebih adalah menggosip atau bergunjing.
Sejak awal tahun 2002 ditandai dengan banyaknya artis yang pisah
ranjang dan bercerai. Peristiwa-peristiwa semacam ini merupakan sasaran
empuk bagi penyaji hiburan semacam ini. Pemirsa disuguhi sajian
informasi yang sarat dengan pergunjingan. Masing-masing pihak merasa
benar dan tentu saja menyalahkan pihak lainnya.
Menggosip yang merupakan tindakan buruk, bisa tidak terasa lagi
memiliki konotasi buruk jika terus-menerus disosialisasikan dengan paket
menarik pada televisi. Menggosip akan terasa sebagai tindakan biasa dan
lumrah dilakukan. Menceritakan aib orang lain menjadi sesuatu yang
tanpa beban kita lakukan. Padahal jika kita cermati makna gosip -yang
sama dengan ghibah- barangkali kita akan merasa ngeri.
Ghibah dalam Islam
Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. “Apakah
ghibah itu?” Tanya seorang sahabat pada Rasulullah SAW. “Ghibah adalah
memberitahu kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya
memang benar?” Tanya sahabat lagi. “ Jika benar itulah ghibah, jika
tidak benar itulah dusta!” tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil
dari HR Abu Hurairah.
Dalam Al Qur'an (QS 49:12), orang yang suka menggibah diibaratkan
seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra.
Meriwayatkan “ Ketika kami bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba tercium bau
busuk yang menyengat seperti bau bangkai maka Rasul pun bersabda,
“Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang
meng-ghibah orang lain”. (HR Ahmad)
Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Pada
malam Isra” mi”raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang
terbuat dari tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka
sendiri. Lalu aku bertanya pada Jibril” Siapa merka?” Jibril menjawab,
“Mereka itu suka memakan daging manusia, suka membicarakan dan
menjelekkan orang lain, mereka inilah orang-orang yang gemar akan
ghibah!” (dari Abu Daud yang berasal dari Anas bin Malik ra).
Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka menggibah dengan
perumpamaan yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa
buruknya tindakan ghibah.
Banyak kesempatan bagi ibu-ibu untuk menggosip. Pada saat berbelanja
mengelilingi gerobak tukang sayur, menyuapi anak di halaman, pada acara
arisan atau kumpulan ibu-ibu. Menggibah kadang mendapat pembenaran
dengan dalih, “Ini fakta, untuk diambil pelajarannya!”. Padahal di balik
itu kurang lebih mungkin lebh banyak factor ghibahnya daripada
pelajarannya.
Benarkah orang cenderung suka mengghibah, bahkan terkesan menikmati
kebiasaan seperti ini? Menurut seorang pengasuh konsultasi keluarga pada
sebuah media cetak, mengatakan rahasia mengapa rubriknya tetap disukai
pembaca selama puluhan tahun. Katanya, pada diri manusia itu cenderung
terdapat sifat suka menggunjingkan orang lain. Orang cenderung ingin
tahu masalah yang terjadi pada orang lain. Dengan demikian ia akan
merasa beruntung tidak seperti orang lain atau tidak dirinya saja yang
menderita. Karena umumnya surat yang datang untuk berkonsultasi adalah
mereka yang memiliki masalah.
Jika demikian kebanyakan sifat dari manusia, tentunya kita harus
sering melakukan istighfar. Syaitan dengan mudahnya mempengaruhi
kebanyakan hati kita sehingga mungkin kita tengah menumpuk dosa akibat
pergunjingan.
Setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Membuat malu
seseorang adalah perbuatan dosa. “Tiada seseorang yang menutupi cacat
seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat Allah pasti akan
menutupi cacatnya” (HR. Muslim).
Sosialisasi pergunjingan di televisi bagaimanapun harus dihindari.
Jangan sampai kita merasa tidak berdosa melakukannya. Bahkan merasa
terhibur dengan informasi semacam itu. Kita mesti berhati-hati. Bahaya
ghibah harus senantiasa ditanamkan agar kita senantiasa sadar akan
bahayanya. Benar kiranya jika dikatakan bahwa dulu orang tinggal di
dalam rumah karena menghindari bahaya dari luar. Kini bahaya justru
berasal dari dalam rumah sendiri yaitu dengan hadirnya acara yang
menurunkan kualitas iman di televisi.
Tips Menghindar Diri Dari Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri
seseorang. Bisa datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan
arisan, berbagai pertemuan, sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan
melalui pengajian. Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah,
mengharuskan kita ekstra hati-hati
1. Berbicara Sambil Berfikir
Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, “perlukah saya mengatakan
hal ini?” dan kembangkan menjadi, “apa manfaatnya ? Apa mudharatnya?”.
Berarti, otak harus senantiasa digunakan, dalam keadaan sesantai apapun.
Seperti Rasulullah saw, yang biasanya memberi jeda sesaat untuk
berfikir sebelum menjawab pertanyaan orang.
2. Berbicara Sambil Berzikir
Berzikir di sini maksudnya selalu menghadirkan ingatan kita kepada
Allah SWT. Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian Allah kepada
orang yang ber-ghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara dengan
siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
3. Tingkatkan rasa Percaya Diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang
lain, sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia
pun berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggaan
terhadap dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan,
membicarakan dan menilai orang lain.
4. Buang Penyakit Hati
Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci, juga
ketidakikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil atau
lebih beruntung daripada kita. Dan kalau dirinya kurang beruntung,
diapun senang menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih
sengsara daripaad dirinya.
5. Posisikan Diri
Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera bayangkan
bagaimana perasaan kita jika keburukan kita pun dibicarakan orang.
Seperti hadis yang menjanjikan bahwa Allah akan menutupi cacat kita
sepanjang kita tidak membuka cacat orang lain, sebaliknya tak perlu
heran jika Allah pun akan membuka cacat kita di depan orang lain jika
kita membuka ` cacat orang.
6. Hindari, ingatkan, diam atau pergi
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti
acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita
koran dan majalah yang membicarakan kejelekan orang.
Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan
kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi
ghibah tersebut. Atau anda memilih hengkang dan “menyelamatkan diri”.
(Ida S Widayati, penulis tetap rubrik “Jendela Keluarga” Majalah
Hidayatullah)
***
Kiriman dari M. Furqaan Naiem
No comments:
Post a Comment